Selasa, 19 Januari 2010

Aktivis yang Tidak Aktif

Pantaskah Merelakan Akademik demi Menjadi Aktivis ??

Bila anda tidak membaca tulisan ini dengan benar maka anda akan melihat suatu kontradiksi antara tulisan ini dengan tulisan saya yang sebelumnya. Saya menulis tulisan ini karena saya melihat adanya suatu fenomena yang sudah biasa terlihat dalam dunia kemahasiswaan, yaitu mahasiswa yang menjadi aktivis kebanyakan adalah mahasiswa yang kurang berprestasi dalam akademisnya.

Sebenarnya perlu diteliti kembali mengenai berbagai motif dan semangat mahasiswa saat memutuskan aktif berorganisasi dalam sebuah wadah di luar keprofesiannya. Terlebih lagi ketika kegiatan organisasi tersebut (yang tak berhubungan dengan keprofesinya) memakan cukup banyak waktu melebihi waktunya untuk menunaikan tanggung jawab menyelesaikan studinya. Bisa saja mahasiswa mengikuti sebuah organisasi dan menjadi aktivis karena dia merasa tidak menemukan suatu kebanggaan akan bidang studi dan keprofesian yang ditekuninya. Mereka mungkin menemukan sebuah ketidakpuasan saat belajar di ruang kuliah, lalu mereka berusaha mencari sebuah bentuk eksistensi di lingkungan lain. Hal tersebut akan menimbulkan sebuah ketidakfokusan dan ketidakseimbangan dalam menjalani hidup mereka sebagai mahasiswa.

Saya kadang merasa kasihan saat melihat beberapa teman saya tertidur kelelahan di ruang kuliah saat dosen mengajar di depannya, terlebih saat menanyakan alasan kenapa mereka bisa kelelahan, beberapa menjawab karena semalaman mereka rapat KM (BEM-nya ITB), menyelesaikan LPJ, membuat SOP, membahas kaderisasi, dan jawaban lain sebagainya. Saya tidak mempermasalahkan apakah nantinya mereka mengerti akan materi kuliah yang diajarkan, namun tindakan seperti itu menurut saya cukup mencerminkan bahwa tidak adanya keseimbangan dalam diri mereka sebagai mahasiswa. Terlebih saya berpendapat bahwa bila seorang mahasiswa sampai tega mengorbankan akademisnya demi mengurus hal-hal lain, maka orang tersebut tidak pantas menjadi aktivis bahkan tidak pantas menjadi mahasiwa.

Jangan Jadikan Keaktifan di Luar Kuliah Sebagai Penghambat Akademis !!

Di tulisan saya sebelumnya, saya pernah menulis bahwa “jangan jadikan akademis sebagai alasan untuk bersikap apatis sebagai mahasiswa”. Kini pernyataan tersebut saya rasa kurang lengkap dan harus ditambah dengan ” Jangan jadikan hal-hal di luar kuliah sebagai penghambat meraih prestasi akademis”. Sudah seharusnya kita sadar bahwa suatu saat nanti kita akan lulus sebagai seorang sarjana dalam keprofesian kita masing-masing bukannya sebagai sarjana unit kesenian, keagamaan, ataupun kajian dan pengabdian masyarakat.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya bisa menjadi seorang aktivis dengan prestasi akademis yang membanggakan ?? Saya kira sangat banyak di luar sana yang telah sukses menjadi orang seperti itu. Intinya adalah kita harus pandai mengukur kemampuan diri sendiri. Bila kalian termasuk orang yang dikaruniai otak cerdas (sekali buka buku langsung mengerti), maka kalian tentunya memiliki banyak waktu senggang untuk beraktivitas lainnya, namun bila kalian merasa memiliki kemampuan biasa-biasa saja (bahkan cenderung belet seperti saya :D ) maka kalian seharusnya sadar diri untuk berusaha lebih keras dalam menyelesaikan studi kalian.

Permasalahannya adalah akademis itu bersifat mutlak dan parametris. Rektorat bisa dengan mudah men-drop out mahasiswanya yang memiliki nilai buruk, namun tak akan ada hukuman apapun kepada para mahasiswa yang bersikap apatis. Hal inilah sudah seharusnya dipahami oleh setiap mahasiswa dan jadikanlah sebagai sebuah tantangan yang diselesaikan dengan “elegan” bukannya nekat atau bodoh.

Saya sangat menghargai bahkan mengagumi para teman-teman mahasiswa yang mampu menjadi seorang aktivis di luar bidang kuliahnya serta berprestasi dalam akademisnya. Saya pun hingga saat ini sedang berusaha untuk menjadi orang seperti itu walaupun nampaknya masih jauh…

Entry Filed under: ITB, Manusia, Nasionalisme, kuliah, pengalaman pribadi, sosial. Tag: aktif, aktivis, apatis, ITB, kampus, KM, mahasiswa.

copy from http://geowana.wordpress.com/2008/11/30/aktivis-yang-tidak-aktif/

1 komentar:

  1. ya, pada intinya seorang aktivis tersebut haruslah memiliki sebuah keseimbangan. dalam artian bila memang niatan baik 'aktivis' itu sudah mendarah daging dalam jiwanya, patutlah dia menyeimbangi jiwanya dalam hal akademisnya. ibarat TONG KOSONG BERBUNYI NYARING bia tidak ada keseimbangan tersebut. sama saja bo'ong dnk!! kalau seperti itu...
    oleh karenanya, jadikanlah ini sebagai perspektif dalam diri kita sekalian, bila memang kita menjadi organisatoris atau aktivis sekalipun, kita harus menyeimbanginya dengan kemampuan akademis yang telah kita peroleh. agar kelak semua itu dapat berjalan sebagaimana mestinya. lain lagi ceritanya kalau memang dia sudah cerdas dalam kemampuan akademis ataupun intelektualnya tanpa harus melalui pendidikan formal. (manusia super cerdas) =)

    BalasHapus